Halaman

Jumat, 30 Oktober 2009

Pembuatan Bioetanol dari Tepung Gaplek

BAB I
PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang

Dengan semakin berkurangnya sumber minyak bumi. Maka, harus ada upaya – upaya strategi untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Sementara konsumsi negara semakin meningkat. Padahal bila kita tergantung tehadap bahan bakar fosil, yakni akan berdampak pada faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, harga dan fluktuasinya) serta faktor polusi bahan bakar fosil yang merugikan lingkungan (mencemari tanah, air, udara, dan lapisan ozon). Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia. Polusi langsung biasa berupa gas – gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (Unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan untuk menghasilkan sumber – sumber energi (energi resources) ataupun pembawa energi (energi carreer) yang lebih terjamin keberlanjutannya ( sustainable ) dan lebih ramah lingkungan.
Dengan adanya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, tersebut kita harus memikirkan alternatif energi yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan , biodegradable dan terbaharui. Bahan bakar bioetanol bersumber dari tanaman yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seperti tebu, jagung, ketela pohon, ketela rambat, sagu dan lain – lain. Untuk Indonesia, karena masih banyak PG yang kekurangan bahan baku tebu, maka tahapan saat ini bioetanol layaknya berbahan baku tetes. Namun selain bahan baku tebu, ubi kayu juga cukup potensial sebagai bahan baku bioetanol. Ubi kayu relatif lebih mudah untuk dibudidayakan pada berbagai jenis lahan pertanian. Lahan – lahan yang tidak produktif dapat dihidupkan kembali dengan menanam tanaman bioenergi. Hal ini yang perlu dilakukan adalah pemetaan potensi daerah dalam memproduksi tanaman bioenergi. Dan tanaman ini yang memiliki karbohidrat tinggi. Dengan pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif, hal ini akan meningkatkan perekonomian pertanian. Selain menjaga lingkungan, industri bioetanol dan biodiesel akan memajukan sektor agrobisnis untuk berbagai jenis komoditi alam kita seperti kelapa sawit, biji jarak, ubi kayu dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005 – 2006. Selain itu, ditergetkan juga bahwa penggunaan bioenergi tersebut akan mencapai 30 % dari pasokan energi nasional pada tahun 2025. Dalam pembuatan industri bioenergi secara terpadu yang melibatkan perusahaan , pemerintah, universitas dan petani. Dengan hal ini maka setiap daerah diharapkan mampu menjadi daerah mandiri energi. Dan pasokan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan merupakan sebuah fundamental pembangunan bangsa Indonesia menghadapi globalisasi. Sebagai subtitusi bahan bakar premiun, permintaan bioetanol sangat tinggi. Kebutuhan bensin nasional mencapai 17,5 miliar per tahun ujar Ir. Yuttie Nurianti, manajer Pengembangan Produk Baru Pertamina. Yuttie menuturkan 30 % dari total kebutuhan itu impor. Seperti diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah no. 5 / 2006 dalam kurun waktu 2007 – 2010, pemerintah menarjetkan mengganti 1, 48 milyar liter bensin dengan bioetanol lantaran kian menipisnya cadangan minyak bumi. Presentasi itu akan meningkat menjadi 10 % pada 2011 – 2015, dan 15 % pada 2016 – 2025. Pada kurun pertama 2007 – 2010 selama 3 tahun pemerintah memerlukan rata – rata 30. 696.000 liter bioetanol per bulan. Dari total kebutuhan itu cuma 137.000 liter bioetanol setiap bulan yang terpenuhi atau 0,4 %. Itu berarti setiap bulan pemerintah kekurangan pasokan 30.696.000 liter bioetanol untuk bahan bakar



1.2Tujuan
1.Untuk mengetahui cara pembuatan bioetanol berbahan baku ubi kayu (tepung gaplek) secara sederhana.
2.Untuk mengetahui berapa liter bioetanol yang dihasilkan dari 10 kg tepung gaplek.
3.Untuk mengetahui berapa persen kadar alkohol yang terkandung dalam bioetanol yang dibuat pada skala rumahan.

1.3Rumusan Masalah
1.Bagaimana cara pembuatan bioetanol berbahan baku ubi kayu (tepung gaplek) secara sederhana ?
2.Berapa liter bioetanol yang dihasilkan dari bahan baku 10 kg tepung gaplek ?
3.Berapa persen kadar alkohol yang terkandung dalam bioetanol yang dibuat pada skala rumahan.

1.4Manfaat Penelitian
1.4.1Bagi Siswa
1.Siswa dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru..
2.Siswa memperoleh tambahan ilmu pengetahuan yang sangat berguna untuk masa depannya.
3.Siswa memperoleh tambahan ketrampilan khususnya dalam pembuatan bioetanol berbahan ubi kayu (tepung gaplek) dan diharapkan mampu menerapkannya setelah mereka terjun di masyarakat.
4.Siswa mengetahui apa manfaat dari penggunaan bahan bakar nabati terhadap lingkungan hidup.

1.4.2Bagi Masyarakat
1.Dengan adanya penelitian ini masyarakat memperoleh tambahan pengetahuan dan mampu mengambil peluang bisnis bioetanol, sehingga mereka termotivasi dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri melalui usaha pembuatan bioetanol.
2.Dengan adanya penelitian ini masyarakat terutama petani bisa mengembangkan potensi lahan yang dapat ditanami tanaman pokok yang berpotensi di daerahnya agar mendapatkan laba.
3.Dengan adanya penelitian ini masyarakat bisa menghilangkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang mana bahan bakar fosil ini sudah semakin menipis ketersediannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu dan Kandungannya
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Tanaman ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Tanaman ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1 - 4 meter. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun tanaman ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3 - 8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah. Umbi ubi kayu mempunyai ciri-ciri fisik diameter rata - rata 2 - 3 cm dan panjang rata - rata 50 - 80 cm, tergantung varietas yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi ubi kayu tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. (http://isnamurti.com/,2008)
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : Manihot esculenta

Nama ubi kayu di berbagai daerah berbeda-beda, antara lain : Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa). (http://isnamurti.com/,2008)
Umbi akar ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Umbi akar ubi kayu banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. (http://id.wikipedia.org/,2008)
Tabel 1. Komposisi Gizi Ubi kayu, Tepung Ubi kayu, dan Daun Ubi Kayu per 100 gr bahan
Zat Gizi
Ubi Kayu
Tepung Ubi kayu
Daun Ubi Kayu
Energi (Kal)
157
363
73
Protein (gr)
0.8
1.1
6.8
Lemak (gr)
0.3
0.5
1.2
Karbohidrat (gr)
34.9
88.2
13
Ca (mg)
33.0
84.0
165
P (mg)
40.0
125.0
54
Fe (mg)
0.70
1.0
2
Vit A (RE)
48
0
11000 SI
Vit C (mg)
30.0
0
275
Vit. B (mg)
0.06
0.04
0.12
Air (gr)
60.0
9.1
0
BDD (%)
75
100
87
          Sumber : (http://isnamurti.com/,2008) 
2.2     Bensin
Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda. Mutu bahan bakar bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya dan dinyatakan dengan nilai oktan. Makin sedikit ketukan makin baik mutu bensin, makin tinggi nilai oktannya.
Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai pembanding yaitu “isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan paling sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan ketukan paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri dari 80% iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x 100) + (20/100 x 0) = 80.
Secara umum, alkana rantai bercabang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari pada isomer rantai lurusnya.
Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana dan n-heptana, melainkan mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara dengan campuran isooktana dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan pertamax plus mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan bensin harus dinaikan sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat dilakukan dengan reforming atau menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai bercabang, dengan demikian akan menaikan nilai oktan.
Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan dinegara kita adalah Tetraethyl Lead (TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15 poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah supaya timbal hitam tersebut tidak menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen bromida, C2H4Br2. Tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak. Dan pada akhirnya senyawa etilen bromida sekarang diganti menjadi methyl tertiary buthyl ether (MTBE).
2.3 Bioetanol dan Manfaatnya
Bioetanol adalah sebuah energi alternatif anhydrous alkohol yang berasal dari hasil fermentasi selulosa yang didapat dari berbagai tanaman yang mengandung karbohidrat seperti jagung, tebu, aren, sagu dan ubi. Bio ethanol mengandung 99,5% alkohol dengan rumus kimia C2H5OH.
Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). (http://isnamurti.com/,2008)
Gasohol adalah campuran antara bioetanol dan bensin dengan porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat langsung digunakan pada mesin mobil, bensin tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil pengujian kinerja mesin mobil bensin menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol E-20 (20% bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium dan setara dengan pertamax. Bahan campuran ini juga menghasilkan emisi karbon monoksida dan total hidrokarbon yang lebih rendah dengan yang lainnya. (http://isnamurti.com/,2008)
Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru.
Adapun manfaat bioetanol secara terperinci adalah sebagai berikut :
1. Terhadap Mesin
Bioetanol menghasilkan nilai oktan yang tinggi dan tingkat kompressi yang tinggi sehingga performance mesin meningkat serta mencegah terjadinya knock. Dengan bioethanol juga menurunkan kadar emisi gas buang. Bioethanol sudah digunakan sejak lama. Salah satunya adalah Henry Ford yang mendesain model T tahun 1908. Bio ethanol bisa dicampur dengan bahan bakar yang ada sekarang ini, dengan prosentase yang kecil hanya dibutuhkan modifikasi yang kecil pada system bahan bakar pada kendaraan, misal menggunakan E5 maksudnya ethanol 5% dan bensin 95%, sedang E10 maksudnya 10% ethanol dan 90% bensin. Adapun kekurangannya yaitu penggunaan bioethanol untuk kendaraan yang biasanya menggunakan bensin akan cenderung menurunkan kualitas material yang ada pada system bahan bakar yang terbuat dari plastik, karet atau bahan elastomer lainnya. Karena kandungan air didalam bioethanol, maka cenderung mempercepat terjadinya korosi pada material yang terbuat dari aluminium, seng, timbel atau material metal lainnya. Semakin tinggi konsentrasi bioethanol dalam campuran bahan bakar, maka akan cenderung lebih mempercepat kerusakan. Hal ini bisa diantisipasi dengan menggunakan material yang terbuat dari teflon atau material lain yang tahan karat seperti stainless steel. Dengan demikian kendaraan bisa dioperasikan dengan menggunakan bioethanol E85.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar juga berdampak positif. Dr. Prawoto Kepala Balai Termodinamika, Motor, dan Propulsi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, misalnya kinerja mesin kian bagus setelah diberi campuran bioetanol. Riset serupa ditempuh oleh Prof.Dr.Ir.H. Djoko Sungkono dari Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Hasil penelitian Prawoto menunjukkan, dengan campuran bioetanol konsumsi bahan bakar semakin efisien. Mobil E20 alias yang diberi campuran bioetanol 20 %, pada kecepatan 30 km per jam, konsumsi bahan bakar 20 % lebih irit ketimbang mobil berbahan bakar bensin. Jika kecepatan 80 km per jam, konsumsi bahan bakar 50 % lebih irit. Pembakaran makin efisien karena etanol lebih cepat terbakar ketimbang bensin murni. Pembakaran sempurna itu karena bilangan oktan bioetanol lebih tinggi daripada bensin. Nilai oktan bensin hanya 87 – 88, sedangkan bioetanol nilai oktannya 117. bila kedua bahan itu dicampur akan meningkatkan nilai oktan. Contoh penambahan 3 % bioetanol mendongkrak nilai oktan 0,87. “Kadar 5 % etanol meningkatkan 92 oktan menjadi 94 oktan,” ujar Sungkono, alumnus University of New South Wales Sydney.
2. Penggunaan lain
Bioetanol berkadar rendah < 90% dapat dimanfaatkan lebih luas, misalnya untuk bahan campuran kosmetik, proses pengolahan pangan, di bidang kesehatan dan lain-lain.
3. Terhadap Lingkungan
Penggunaan bioetanol atau bahan bakar nabati lainnya akan sangat menguntungkan bagi lingkungan:
a. Turunnya penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi maupun industri.
Sehingga aman terhadap pasokan energi dalam negeri.
b.Penurunan nilai polusi gas buang. Yaitu turunnya kandungan carbon monoksida (CO), sulfur diokside (SO2) dan juga particulate matter (PM).

Secara global emisi gas buang dari kendaraan kontribusinya mencapai 20% dari energi yang menyebabkan rusaknya ozon (IEA 2002). Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa bioetanol menurunkan efek greenhouse gas yang cukup besar dibanding gasoline.

4. Terhadap sosial ekonomi
Masalah klasik Indonesia selama bertahun tahun yaitu kemiskinan dan pengangguran adanya otonomi daerah belum mampu menggerakan perekonomian daerah secara maksimal, untuk itu perlu terobosan nyata untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran yaitu dengan pengembangan bahan bakar nabati secepatnya. Dengan pengembangan bioethanol maupun biofuel dapat meningkatkan produksi agricultur dan pengembangan pasar terhadap produk agrobisnis dalam negeri.
Pengembangan Bahan Bakar Nabati memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang secara luas diharapkan akan dapat menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Menguatnya roda perekonomian di pedesaan diharapkan dapat menjadi stimulan bagi pemecahan masalah sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, dan pendidikan.

2.3 Bioetanol Berbahan Ubi Kayu
Fungsi ubi kayu sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bio-ethanol. Kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter. Demikian yang dilaporkan Mingguan AgroIndonesia, dalam seminar di Puslitbang Tanaman Pangan Bogor.
Dalam seminar yang berjudul “Skenario Pengembangan Ubi Kayu Mendukung Program Pengembangan Energei Alternatif Bersumber dari Bio-Ethanol”, J. Wargiono mengatakan bahwa untuk mendukung program tersebut perlu “menggenjot” produksi ubi kayu secara nasional hingga 15%. Lebih lanjut mengatakan bahwa besarnya kebutuhan industri agar pasokannya bahan bakunya aman, memang sudah dihitung. Selain itu tidak semua propinsi wajib mengembangkan dan mengikuti skenario ini. Jika daerah-daerah tersebut terdapat daerah kantung-kantung kemiskinan dan kelaparan, prioritas utama untuk mendukung penyediaan bahan pangan.



Tabel 2. Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa
Jumlah biomassa (kg)
Kandungan gula (kg)
Jumlah hasil bioetanol (liter)
Biomassa : Bioetanol
Ubi Kayu
1.000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi Jalar
1.000
150-200
125
8 : 1
Jagung
1.000
600-700
400
2,5 : 1
Sagu
1.000
120-160
90
12:1
Tetes
1.000
500
250
4:1
Sumber data : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,2006

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren, bahan berpati seperti jagung dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju.
Ubi kayu memang berpotensi sebagai bahan bioetanol. Hanya dengan menfermentasikan 7 kg ubi kayu, satu liter bioetanol dapat dituai dengan harga Rp 2.400. Kerabat karet itu dapat tumbuh di lahan kritis dan resisten terhadap penyakit. Sebab itu, “Ubi kayu dapat menjadi pilihan utama,” kata Dr Alhilal Hamdi, ketua Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati.
Menurut Dr Tatang H. Soerawidjayja, dari Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung, secara umum 1.000 kg ubi kayu biasa menghasilkan 150 - 200 kg gula. Dengan proses fermentasi lanjutan menghasilkan sekitar 125 liter bioetanol. Itu berarti rendemen ubi kayu 12,5 % (Trubus, 2007)
Secara umum kadar pati di tanah air hampir sama., “Rata – rata 25 – 30 %. Presentase tinggi terjadi pada musim kemarau,” ujar Dr. Agus Eko Tjahjono, Kepala Balai Besar Teknologi Pati.
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan. (http://isnamurti.com/,2008)
Ubi kayu merupakan salah satu sumber pati. Para peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuktikan bahwa bahan bakar ubi kayu bukan cuma omong kosong. Ubi kayu mengandung sekitar 33% pati. Pati sendiri adalah rantai karbohidrat yang kompleks (polisakarida). Polisakarida ini jika dipecah-pecah akan menghasilkan rantai karbohidrat yang lebih sederhana (oligosakarida). Jika proses pemecahan dilanjutkan, oligosakarida akan terurai menjadi satuan mata rantai karbohidrat yang paling sederhana yaitu glukosa. Glukosa bila difermentasi akan berubah menjadi etanol. Paling akhir, etanol bisa digunakan sebagai substitusi bensin.

BAB IV
HASIL PENELITIAN


4.1 Pembuatan Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu secara Sederhana
Pembuatan bioetanol berbahan baku ubi kayu secara sederhana dapat dilakukan dengan cara :
1.Mengeringkan ubi kayu menjadi gaplek hingga kadar air gaplek  15%
2.Gaplek di tumbuk menjadi tepung kasar
3.Tepung gaplek tersebut di buat bubur dengan dicampur air dengan perbandingan 1: 4, kemudian dipanaskan selama 0,5 jam.
4.Kemudian dibiarkan sampai dingin. Setelah dingin diberi Aspergillus (ragi tape) dan ditempatkan dalam wadah tertutup. Fermentasi dilakukan selama 3 hari.
5.Setelah 3 hari terbentuklah lapisan bawah dan lapisan atas. Lapisan bawah berupa endapan bubur gaplek, dan lapisan atas cairan etanol.
6.Saring pelan-pelan cairan etanol untuk memisahkan dengan endapan bubur gaplek. Bisa juga dengan disedot kemudian disaring.
7.Hasil saringan kemudian didestilasi/ disuling dengan temperatur 80oC. Destilasi dimaksudkan untuk memisahkan air dengan alkohol. Pada destilasi pertama mungkin belum secara maksimal memisahkan air dengan alkohol. Maka harus dilakukan destilasi ke dua dan ke tiga untuk mendapatkan hasil kadar alkohol yang lebih baik.

4.2Volume Bioetanol yang Dihasilkan
Dari hasil percobaan yang dilakukan sebanyak 2 kali di laboratorium SPP-SPMA, didapatkan hasil sebagai berikut :
1.Percobaan I
Gaplek seberat 10 kg menghasilkan etanol sebanyak 510 ml.
2.Percobaan II
Gaplek seberat 10 kg menghasilkan etanol sebanyak 485 ml.
Dengan tahapan kerja yang sama, ternyata menghasilkan volume etanol yang berbeda yaitu 510 ml dan 485. Volume tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu  1 liter etanol dari 10 kg gaplek. Hal ini mungkin disebabkan ketidakakuratan dalam mengukur temperatur. Temperatur yang seharusnya 80oC bisa mencapai lebih, yang disebabkan kompor pemanas dalam proses destilasi tidak stabil. Sehingga peneliti harus mengurangi api.
Kemungkinan kedua, terjadinya kebocoran tutup tabung destilasi, sehingga uap etanol terbuang ke udara.

4.3Kadar Alkohol yang Dihasilkan
Kadar Alkohol dari percobaan didapatkan dengan cara tes alkohol. Adapun hasilnya adalah :
1.Percobaan I : Kadar alkohol 55%
2.Percobaan II : Kadar alkohol 53%
Terjadi perbedaan kadar alkohol diatas, mungkin disebabkan suhu fermentasi yang tidak stabil pada percobaan I dan percobaan II. Cuaca dengan curah hujan tinggi menyebabkan suhu berubah-rubah dari panas ke dingin. Sehingga ragi kurang bekerja maksimal.
Kemungkinan kedua karena temperatur saat proses destilasi bisa mencapai lebih dari 80oC, sehingga yang teruapkan bukan hanya alkoholnya saja, tetapi air juga ikut menguap. Sehingga kadar alkohol yang dihasilkan lebih rendah pada percobaan kedua.
Kadar alkohol pada percobaan ini tidak bisa seperti yang diharapkan yaitu lebih dari 90%. Hal ini kemungkinan karena percobaannya menggunakan tahapan yang sederhana, dan tidak terlalu rumit seperti yang dilakukan pabrik bioetanol. Kemungkinan lain karena keakuratan dalam proses kurang diperhatikan, sehingga kadar alkohol tidak mencapai yang diinginkan.



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a.Dari percobaan didapatkan cara sederhana membuat bioetanol, yaitu menepungkan gaplek, membuat bubur, menambahakan ragi tape (Aspergillus) dan memfermentasikan selama 3 hari, kemudian memisahkan larutan dan endapan, kemudian mendestilasikan larutan alkohol untuk memisahkan alkohol dengan air.
b.Volume etanol yang dihasilkan pada percobaan I sebanyak 510 ml, dan pada percobaan II sebanyak 485 ml.
c.Kadar etanol yang dihasilkan pada percobaan I sebesar 55%, dan pada percobaan II sebesar 53%.


5.2Saran
a.Perlu proses yang tepat dan akurat untuk pembuatan bioetanol, sehingga bisa didapatkan kadar persentsae alkohol yang sesuai dengan standar Pertamina agar bisa digunakan sebagai bahan bakar.
b.Bioetanol yang dihasilkan dari percobaan sederhana atau skala rumahan, dengan kadar alkohol kurang dari 90% dapat digunakan untuk campuran bahan kosmetik, pembuatan / proses pengolahan pangan dan di bidang kesehatan.
c.Produsen skala rumahan dapat bermitra dengan perusahan bioetanol untuk dimurnikan lagi menjadi bahan bakar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.Singkong.http://id.wikipedia.org/
Anonim.2008.Ubi Kayu (Mannihot esculenta) Sebagai Alternatif Pengganti Bensin (Bioetanol yang Ramah Lingkungan.http://isnamurti.com/
Anonim.2008.Bioetanol, Manfaat dan Mudharatnya.http://teknologi-hasil-pertanian.blogspot.com/
Anonim.2008.Bio Etanol Bahan Baku Singkong.http://www.acehforum.or.id/
Sardi Duryatno.2007.Kebun Penghasil Bensin.Jakarta: PT. Trubus Swadaya

Tidak ada komentar: